Nazhom Pertama: Dengan Nama Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Syaikh Ahmad al-Marzuki rah.a berkata:
أبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالـرَّحْـمَنِ * وَبِـالـرَّحِـيـمِ دَائـِمِ الإحْـسَانِ
[1] Saya mengawali (menyusun nazhom-nazhom ini) dengan (meminta pertolongan) kepada Allah Yang Maha Pengasih. Dan dengan-Nya Yang Maha Penyayang, yang selalu memberikan nikmat tanpa henti.
Arti maksud nazhom di atas adalah “Saya memulai penyusunan nazhom-nazhom ini seraya meminta pertolongan kepada Tuhan yang bernama Allah.” (Demikianlah tafsiran lafadz بِـاسْمِ اللهِ), seperti yang ditasirkan oleh al-Bajuri. Ia menyatakan bahwa hukum membaca Basmalah dalam bentuk nazhom adalah Khilafu al-Aula.
a. Perbedaan Maksud Kata اسْمِ/Nama
Ketahuilah! Sesungguhnya nama “Allah” itu adalah hakikat Dzat yang diberi nama dengannya. Pernyataan ini adalah pendapat yang dipedomani oleh para ulama Asya’iroh. Allah berfirman, “Sucikanlah (bertasbihlah) nama Tuhanmu…” (QS. al-A’la: 1). Dikatakan pula, “Tidaklah kalian menyembah selain Allah kecuali hanyalah nama-nama.” Pengertian dzhohir dari keduanya adalah bahwa bertasbih dan menyembah tersebut adalah kepada dzat.
Ada yang mengatakan, “Nama ‘Allah’ bukanlah hakikat Dzat yang diberi nama dengan-Nya,” karena ada firman-Nya, “Dia memiliki nama-nama yang terbaik.” (QS. al-Isro’: 110). Mengenai perkataan di atas, perlu adanya pembedaan antara sesuatu dan sesuatu yang dimiliki oleh sesuatu itu, dan nama-nama beserta hakikat dzat nama-nama itu. Andaikan nama adalah hakikat dzat yang dinamai dengannya maka mulut orang yang mengatakan sesuatu yang bernama “api” pastinya akan terbakar karena nama “api” itu adalah dzat api itu sendiri, dan contoh lain-lainnya yaitu hal-hal yang berbahaya.1
Tahqiq atau keputusan ketetapan mengenai perbedaan di atas adalah bahwa apabila yang dikehendaki dari الْاِسْمِ adalah lafadznya maka sudah pasti ia bukanlah hakikat dzat yang dinamai dan apabila yang dikehendaki dari الْاِسْمِ adalah apa yang dipahami darinya maka ia adalah hakikat dzat yang dinamai.
b. Makna Kata الـرَّحْـمَنِ , اللهِ, dan الـرَّحِـيـمِ
Syaikh asy-Syanwani mengatakan, “as-Suyuthi mengatakan bahwa makna اللهِ adalah Dzat yang awal wujud-Nya, yang agung Dzat dan sifat-sifat-Nya, dan yang merata luas kebaikan-Nya. Makna الـرَّحْـمَنِ adalah Dzat yang besar pemberian kebaikan-Nya dan kekal pemberian anugerah-Nya. Makna الـرَّحِـيـمِ adalah Dzat yang memenuhi kebutuhan dan yang tidak membebani di luar kemampuan.”
Ahmad ash-Showi mengatakan, “Lafadz اللهِ adalah nama yang mencakup karena seluruh nama-nama masuk dalam cakupannya. Lafadz الـرَّحْـمَنِ berarti yang memberi seluruh kenikmatan, baik kenikmatan duniawi, ukhrowi, dzohiriah, atau batiniah. (Istilah kenikmatan dari Allah ada yang disebut dengan nikmat lembut atau daqoiq dan nikmat besar atau jalail). Kenikmatan yang lembut dari-Nya adalah kenikmatan yang mencabang atau berasal dari kenikmatan yang besar, seperti nikmat berupa tambahan dalam iman, ilmu, pengetahuan, taufik, kesehatan, pendengaran, dan penglihatan. (Allah memberi nikmat berupa ilmu disebut dengan nikmat yang besar. Allah memberi tambahan ilmu atau menjadikan ilmu bermanfaat disebut dengan nikmat yang lembut).”
Syaikh Ahmad al-Malawi mengatakan , “Lafadz الـرَّحْـمَنِ adalah lebih dalam artinya daripada lafadz الـرَّحِـيـمِ karena memberikan tambahan pada bentuk lafadz pada salah satu dua lafadz yang memiliki akar kata dan jenis yang sama menunjukkan tambahan arti karena lafadz الـرَّحْـمَنِ berarti (Allah) yang memberikan nikmat, yang hakiki, dan yang berlebihan dalam membagikan rahmat. Demikian ini tidak dimiliki oleh selain-Nya bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa lafadz الـرَّحْـمَنِ adalah sifat alam2 khusus bagi Allah.”