Tafsir al-Quran Surah al-Ikhlas Ayat 1-4
(1) قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(1) Surah ini meliputi dasar yang paling penting dari risalah Nabi Muhammad yaitu menauhidkan dan menyucikan Allah serta meletakkan pedoman umum dalam beramal sambil menerangkan amal perbuatan yang baik dan yang jahat, menyatakan keadaan manusia sesudah mati mulai dari sejak berbangkit sampai dengan menerima balasannya berupa pahala atau dosa. Telah diriwayatkan dalam hadis bahwa surah ini sebanding dengan sepertiga al-Qur’an, karena barang siapa menyelami artinya dengan bertafakur yang mendalam, akan menjadi jelas baginya bahwa semua penjelasan dan keterangan yang terdapat dalam Islam tentang tauhid dan kesucian Allah dari segala macam kekurangan merupakan perincian dari isi surah ini. Dalam sebuah hadis disebutkan: Dari ‘Aisyah, bahwasanya Rasulullah ﷺ. pernah mengutus seorang laki-laki dalam suatu peperangan. Ketika salat bersama sahabat-sahabatnya, laki-laki itu membaca surah dan mengakhirinya dengan “Qul Huwallahu Ahad.” Pada saat mereka kembali, hal itu disampaikan kepada Rasulullah ﷺ. Rasul berkata, “Tanyakan kepadanya apa maksud dari perbuatannya itu.” Mereka pun menanyakannya. Laki-laki itu menjawab, “Itu adalah sifat Allah Yang Maha Penyayang. Saya suka membacanya.” Rasulullah ﷺ. bersabda, “beritahukanlah dia, bahwa Allah mencintainya.” (Riwayat Muslim) (1) Pada ayat ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad menjawab pertanyaan orang-orang yang menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa, tidak tersusun dan tidak berbilang, karena berbilang dalam susunan zat berarti bahwa bagian kumpulan itu memerlukan bagian yang lain, sedang Allah sama sekali tidak memerlukan suatu apa pun. Keesaan Allah itu meliputi tiga hal: Dia Maha Esa pada ZatNya, Maha Esa pada sifatNya dan Maha Esa pada perbuatanNya. Maha Esa pada zatNya berarti zatNya tidak tersusun dari beberapa zat atau bagian. Maha Esa pada sifatNya berarti tidak ada satu sifat makhluk pun yang menyamaiNya dan Maha Esa pada perbuatanNya berarti Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai dengan firmanNya: Sesungguhnya urusanNya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. (Yasin/36 : 82)
(2) اللَّهُ الصَّمَدُ
(2) Allah menambahkan dalam ayat ini penjelasan tentang sifat Tuhan Yang Maha Esa itu, yaitu Dia adalah Tuhan tempat meminta dan memohon.
(3) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(3) Allah lalu menegaskan bahwa Mahasuci Ia dari mempunyai anak. Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak perempuan Allah dan dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah. Dalam ayat lain, Allah berfirman: Maka tanyakanlah (Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah), “Apakah anak-anak perempuan itu untuk Tuhanmu sedangkan untuk mereka anak-anak laki-laki?” Atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan sedangkan mereka menyaksikan(nya)? Ingatlah, sesungguhnya di antara kebohongannya mereka benar-benar mengatakan, “Allah mempunyai anak.” Dan sungguh, mereka benar-benar pendusta. (as-saffat/37: 149-152) Allah tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan. Dengan demikian, Dia tidak sama dengan makhluk. Dia berada tidak didahului oleh tidak ada. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sebutkan. Ibnu ‘Abbas berkata, “Dia tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan Isa al-Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah.
(4) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
(4) Dalam ayat ini, Allah menjelaskan lagi bahwa tidak ada yang setara dan sebanding dengan Dia dalam zat, sifat, dan perbuatanNya. Ini adalah tantangan terhadap orang-orang yang beritikad bahwa ada yang setara dan menyerupai Allah dalam perbuatannya, sebagaimana pendirian orang-orang musyrik Arab yang menyatakan bahwa malaikat itu adalah sekutu Allah.