Pasal 5: Ketekunan, Kontinuitas, dan Minat Belajar
A. Kesungguhan Hati
Kemudian, penuntut ilmu juga harus bersungguh hati dan terus menerus demikian. Seperti itulah petunjuk Allah dalam firman-Nya, “Dan mereka yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami niscaya akan Kami tunjukkan mereka kepada jalan Kami.”73
Syair di dendangkan:
“Diraih keagungan dengan kesungguhan, bukan semata dengan kebesaran.
Bisakah keagungan didapat dengan kebesaran, tanpa dengan semangat?
Banyak hamba penyandang pangkat merdeka, banyak orang merdeka berpangkat hamba sahaya.”74
Ada kata mutiara: “Siapa bersungguh hati mencari sesuatu, pastilah ketemu. Dan siapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pastilah memasuki.”
Dikatakan lagi: “Sejauh mana kepayahanmu, sekian pula tercapai harapanmu.”75
Dan dikatakan lagi: “Dalam urusan belajar ilmu dan fiqih diperlukan kesungguhan tiga pihak, yaitu pihak pelajar sendiri, guru, dan bapak jika masih hidup.”76
Syair gubahan asy-Syafi’i didendangkan oleh Syaikh Imam yang mulia Sadiduddin asy-Syairazi rah.a, kepadaku:
“Dengan kesungguhan, perkara jauh menjadi dekat, pintu terkunci menjadi terbuka.
Titah Allah yang paling berhak bilang sengsara, orang bercita tinggi namun hidupnya miskin papa.
Salah satu bukti qhodo dan hukum Allah, orang pandai hidupnya susah dan si bodoh hidupnya mewah78
Orang diberi akal tapi tidak diberi harta, dua anugerah yang berbeda, satu disini dan satu disana.”
Syair gubahan orang lain dinyanyikan kepadaku:
“Kau berharap menjadi faqih analis, padahal tidak sanggup bekerja keras, memang penyakit gila banyak macamnya.
Tidak bakal memboyong harta, tanpa sanggup memikul derita, ilmupun begitu pula.”
Berkata Abu Thayib al-Mutanabbi79
“Tidak kulihat aib orang sebagai cela, bagaikan orang yang punya kuasa, tapi tidak memenuhi apa mestinya.”
Penuntut ilmu juga harus sanggup tidak tidur bermalam-malam, seperti penyair berkata:
“Seukur kesulitannya, akan dicapai kemuliaan, siapa ingin mulia, hendaklah berjaga semalaman.
Kau ingin mulia, tapi tidur di malam hari, orang mencari mutiara, lautpun diselami.
Keluruhan derajat itu dengan himmah yang tinggi, keluruhan seseorang dengan berjaga di malam hari.
Oh Tuhan, aku singkirkan tidur di malam hari, demi ridho-Mu, ya Maulal Mawali.
Siapa hendak mulia tanpa mau kesulitan, mengulur umur untuk mencapai kemustahilan.
Tolonglah kami untuk mendapat ilmu, dan bimbinglah kami pada kemuliaan disisi-Mu.”
Ada dikatakan: “Jadikanlah malam hari sebagai kendaraanmu80, untuk mencapai cita-citamu.”
Respon pengarang kitab “Saya menggubah pantun semakna”, yaitu
“Siapa mau seluruh obsesinya tercapai, jadikanlah malam hari kendaraan untuk mencapai.
Kurangilah makan, agar sanggup terjaga, bila sahabat idamkan, capaian sempurna.”
Kata mutiara disebutkan: “Barangsiapa tidak tidur di malam hari, maka bahagia di siang hari.”
B. Kontinuitas Belajar
Tidak bisa tidak, pelajar hendaklah secara kontiniu belajar dan mengulang pelajaran yang telah lewat di awal dan akhir waktu malam, karena saat antara maghrib dan isya dan waktu sahur (menjelang subuh) adalah saat-saat yang diberkahi Allah.
Ada digubah syair yang semakna, yaitu:81
“Wahai pelajar, laksanakanlah wira’i, hindari tidur dan waspadai perut kenyang.
Langgengkan belajar, jangan mengambil jarak, dengan belajar, ilmumu tegak dan menanjak.”
Hendaknya pula memanfaatkan kesempatan belajar pada masa muda dan awal remajanya, sebagaimana dikatakan syair sbb:
“Sebesar kesulitan, itulah kesuksesan obsesi, siapa yang menggapai cita-cita, bangunlah di malam hari.
Manfaatkanlah kesempatan masa mudamu, sadarlah, masa muda itu segera berlalu.”
C. Menyantuni Diri Sendiri
Meski demikian, hendaklah tidak memforsir diri, tidak membuat dirinya lunglai sampai tidak kuat berbuat sesuatu, tapi hendaklah tetap menyantuni (menyayangi) diri sendiri.
Sikap santun adalah pangkal segala hal, sebagaimana Nabi ﷺ bersabda: “Sadarlah, bahwa islam ini agama yang kokoh, maka perlakukanlah dirimu dengan santun dan jangan kamu perbuat ibadah kepada Allah untuk menyengsarakan dirimu, karena orang yang munbit (loyo dan ditinggal kendaraan)82 itu tidak sanggup lagi menerjang bumi dan tiada pula kendaraannya”.83
Nabi ﷺ bersabda: “Dirimu adalah kendaraanmu, maka perlakukanlah dengan santun”.84